TULUNGAGUNG, iNewsNganjuk.id - Di Jawa Timur terdapat banyak tempat untuk ritual pesugihan salah satunya di daerah Ngujang Tulungagung. Tempat ini terkenal dengan pesugihan monyet atau dalam bahasa Jawa orang menyebut ketek.
Tempat pesugihan ketek berada di kompleks pemakaman umum sebelah selatan sungai berantas. Di tempat ini terdapat dua makam umum di kiri dan kanan. Kedua makam tersebut saling berhadapan dan hanya dipisahkan oleh jalan raya.
Satu kompleks pemakaman pecinan atau makam cina dan satunya lagi makam Jawa. Di tempat ini lah berkumpulnya ratusan bahkan ribuan monyet. Warga sekitar menyebutnya dengan lokasi ketek'an.
Dalam arti Jawa ketek adalah monyet, namun dalam bahasa Indonesia bisa jadi artinya ketekan atau tertekan. Walaupun tidak hidup dalam kandang namun monyet-monyet ini dapat berinteraksi dengan masyarakat bahkan pengunjung yang datang.
Kawanan monyet ini hidup secara bergerombol dengan monyet lainnya. Monyet-monyet ini terkadang berada di batu nisan, di jalanan, bergelantungan di pepohonan. Ada beberapa versi cerita yang beredar dimasyarakat tentang asal-usul monyet yang ada di Ngujang ini.
Menurut juri kunci dari makam umum Ngujang. Monyet liar abu-abu di kawasan pemakaman Ngujang ini awalnya dari santri nakal yang dikutuk oleh Sunan Kalijaga. Pada saat Sunan Kalijaga memberikan wejangan saat menyebarkan Agama Islam di Wilayah Tulungagung.
Saat itu ada beberapa santri yang bermain-main di atas pohon. Maka berujarlah Sunan Kalijaga yang lain belajar kok malah naik ke pohon seperti kera. Mungkin karomah seorang wali atau sunan yang berujar seperti hal tersebut dan menjadi kenyataan.
Namun disisi lain masyarakat Tulungagung mempercayai bahwa monyet di Ngujang merupakan jelmaan dari para pencari pesugihan yang sudah meninggal dunia.
Menurut juri kunci makam hal tersebut hanyalah mitos. Monyet yang hidup di kawasan makam ngujang merupakan monyet biasa. Namun diyakini monyet ini dilindungi oleh hal gaib. Jika merupakan jelmaan dari pesugihan yang berarti orang mati menjadi monyet. Sedangkan monyet ditempat ini bisa mati.
Cerita lain yang beredar nama Ngujang berasal dari penggalan kata Ngu dan Jang, pada saat Sunan Kalijaga memberikan wejangan ada suara kera "ngak nguk". Maka untuk mengingat desa ini jika nantinya ramai disebut dengan Ngujang. Ngu artinya suara kera dan Jang artinya wejangan.
Mitos lain dari masyarakat banyak yang menyebutkan monyet Ngujang kadang juga bisa menghilang. Yang biasanya berkeliaran disekitar makam sampai jalan raya. Hal tersebut tidak dibenarkan oleh juri kunci makam, karena kera disini liar dan berkelompok.
Jika dikatakan menghilang tidak mungkin karena tempat ini luas. Bisa jadi jika dilihat disalah satu lokasi tidak ada maka monyet tersebut berada di sebelah selatan dan berada diatas pohon.
Mitos lain menyebutkan monyet Ngujang berjumlah tetap, adanya kera yang lahir dan mati tidak mengubah jumlahnya. Menurut cerita masyarakat jumlah monyet di Ngujang adalah 40 namun ada juga yang menyebutkan 99 ekor.
Hal tersebut juga tidak dibenarkan oleh juri kunci makam. Karena monyet disini ada yang mati dan ada yang mengalami perkembangbiakan dan jumlahnya berubah -ubah. Ada yang menyatakan jika ada 40 ekor namun setelah dikasih makan jumlahnya menjadi 99 ekor.
Juru kunci menyebutkan jika monyet tersebut diperkirakan jumlahnya lebih dari 200 ekor dan terbagi menjadi dua kelompok.
Editor : Meita Nila Sari