Kampung Terpencil di Nganjuk, Ada Sejak Tahun 1942 Sempat Jadi Jalur Gerilya Jenderal Soedirman

NGANJUK, iNewsNganjuk.id - Terdapat Kampung terpencil di Kabupaten Nganjuk dengan pemandangan yang indah dan menakjubkan. Menyusuri kampung terpencil  apalagi dengan pemandangan yang indah begitu menyenangkan dan menyegarkan mata.

Kampung terpencil di Kabupaten Nganjuk ini memiliki pemandangan yang sangat indah dan menakjubkan. Kampung terpencil ini berada ditengah hutan gunung Wilis. Untuk menuju kampung ini harus melewati jalan setapak dengan medan yang masih bebatuan. 

Baca Juga

Jumat Berkah Polsek Pace, Membantu dan Menginspirasi Gotong Royong

Jalan ini hanya dapat dilalui kendaraan roda dua memiliki jalan yang ekstrim, karena jalannya menanjak dan masih bebatuan. Sekian 3 kilometer dari jalan beraspal. Kampung terpencil di Kabupaten Nganjuk ini terletak di Dusun Magersari, Desa Margopatut, Kecamatan Sawahan. 

Kampung ini merupakan Kampung tertinggi yang ada di Desa Margopatut. Kampung ini sangatlah asri dengan pemandangan yang sangat indah dari lereng gunung Wilis. Kampung ini juga merupakan jalur rute gerilya Panglima Sudirman. 

Kampung terpencil ini di huni oleh sekitar 39   keluarga. Bangunan rumah di kampung ini masih jauh dari kata modern. Semua rumah warganya masih terbuat dari kayu dan lantainya pun masih berupa tanah. 

Baca Juga

Kampanye Akbar 'Satukan Nganjuk', Ribuan Warga Beri Dukungan Penuh untuk Muhibbin-Aushaf

Kampung ini sudah ada sejak 80 tahun yang lalu yakni berdiri dari tahun 1942 hingga sekarang ini. Namun tanah yang didirikan rumah warga yakni masih milik dari perhutani, warga hanya memiliki hak pakai saja. 

Mata pencaharian warga kampung ini yakni petani dan penyadap getah pohon Pinus. Di Kampung terpencil ini juga terdapat tanaman cengkeh yang berumur 5 tahun. Walaupun jalannya tidak beraspal namun jalannya masih terbilang bagus dan nyaman untuk dilewati. 

Walaupun terpencil suasana kampung ini sangat lah nyaman, udaranya begitu segar dan asri. Kampung terpencil ini di tengah- tengah hutan pinus. 

Editor : Meita Nila Sari