NGANJUK, iNewsNganjuk.id - Inspektur Polisi Satu (Iptu) Sugino tak bisa duduk tenang. Sore itu, Kamis (25/5/2023), sedianya ia ingin mengikuti pengajian sampai selesai, di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk.
Namun, sebuah pesan yang masuk ke ponselnya membuat Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Bagor, Polres Nganjuk itu harus buru-buru beranjak.
Usai berpamitan dengan pengasuh ponpes, Iptu Sugino bergegas meluncur ke kantornya. Ia tak sempat mengganti kostum. Masih berbaju koko biru muda dengan peci hitam di kepala.
Sesampainya di ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Bagor, Iptu Sugino melihat sudah ada dua orang remaja laki-laki. Mereka sedang dilayani tiga anggota polsek yang berjaga.
Kedua remaja ini, sebut saja Edo, 17, dan Edi, 19 (keduanya nama samaran), adalah kakak-beradik asal salah satu desa di Kecamatan Bagor. Iptu Sugino sudah tidak asing dengan mereka.
"Mereka ini bersaudara. Si adik (Edo) berkonflik dengan orangtuanya. Terutama dengan ayah kandungnya. Sampai berniat melaporkan sang ayah ke polisi," ujar Iptu Sugino, saat menceritakan kembali peristiwa tersebut di kantornya, Senin (12/6/2023).
Seteru anak dan ayah ini bermula dari ulah Edo sendiri, yang kini masih berstatus pelajar kelas XI salah satu SMA di Kabupaten Nganjuk. Ia diketahui sering membolos sekolah. Sampai berhari-hari.
Puncaknya, pada suatu hari, Rahmat, 55 (nama disamarkan), ayah Edo, menerima surat panggilan dan teguran dari pihak sekolah, terkait pelanggaran disiplin yang dilakukan anaknya tersebut. Rahmat yang kaget dan kecewa langsung memanggil Edo. Ia lalu memarahi anak bungsunya itu, sambil memberi hukuman pukulan tangan.
"Yang tidak disangka, si anak ini (Edo) tidak terima dan emosi. Bahkan sempat balik membalas memukul ayahnya," tutur Iptu Sugino.
Seperti belum puas, Edo pun berencana melaporkan ayah kandungnya itu ke polisi, dengan tuduhan melakukan penganiayaan.
Edi, kakak Edo, sebenarnya tak punya masalah. Ia awalnya mau menengahi. Namun belakangan justru ikut menemani sang adik ke Polsek Bagor, untuk melaporkan ayah mereka.
Sore itu Iptu Sugino bergerak cepat. Ia langsung mendatangkan kedua orangtua Edo dan Edi.
Ketika satu keluarga ini pertama kali dipertemukan di Polsek Bagor, suasananya masih terasa 'panas'. Raut muka Edo masih menampakkan amarah besar. Rahmat, ayah Edo, terlihat murung dan matanya berkaca-kaca. Sedangkan Rahimah, 47, (nama samaran), sang ibu, terus-menerus menangis.
"Sebelumnya pernah coba diselesaikan secara kekeluargaan di tingkat RT, sampai dibawa ke kantor desa, tetapi tidak membuahkan hasil," ujar Iptu Sugino.
Alih-alih memproses laporan kakak-beradik tersebut, saat itu Iptu Sugino langsung membawa mereka ke dalam ruangan kerjanya. Sementara, kedua orangtua mereka didampingi petugas ditempatkan di ruangan terpisah.
Di dalam ruang kerjanya, Iptu Sugino mengambil posisi duduk sedekat mungkin dengan Edo. Berhadap-hadapan. Ia lalu pelan-pelan menyentuh pundak kanan remaja itu, sambil memulai percakapan.
"Nak, sebenarnya saya bisa saja langsung memproses laporan ini, karena ini memang tugas saya sebagai polisi. Tapi coba direnungkan lagi. Mereka itu orangtua kandung sampean. Tanpa mereka, sampean tidak mungkin bisa sekolah, bertemu teman-teman, dan tumbuh besar seperti sekarang," ujar Iptu Sugino kepada Edo, sore itu. Nadanya lembut. Tidak memarahi atau menggertak.
Edo diam mendengarkan kata-kata perwira polisi 51 tahun di hadapannya itu. Begitu pula Edi sang kakak, yang duduk di sampingnya.
Hanya saja, belum tampak perubahan di raut wajah Edo. Masih terlihat gurat amarah dan dendam. Hati remaja itu masih keras.
Iptu Sugino lalu mencoba mencairkan suasana, dengan terus mengajak berbicara Edo dan Edi. Ada beberapa tanya-jawab ringan.
Sesekali ia menyelipkan nasihat, tentang kewajiban seorang anak untuk berbakti kepada kedua orangtua. Wejangan itu memang kerap didengar Iptu Sugino, dari ceramah kiai atau ustadz, di acara pengajian-pengajian yang kerap diikutinya.
Sampailah pada suatu titik, di mana raut muka Edo benar-benar berubah. Tepatnya, ketika Iptu Sugino menceritakan pengalamannya sendiri dengan orangtuanya.
"Bapak saya sudah meninggal dunia Nak," ucap Iptu Sugino, sambil menarik nafas dalam-dalam.
Ia lalu mengungkapkan perasaan terdalamnya yang jarang ditampakkan. Bahwa kini, setiap hari, ia selalu merindukan sosok mendiang orangtuanya itu. Namun sayang, waktu tidak mungkin bisa diulang.
"Andai saja masih ada kesempatan Nak, ingin rasanya saya setiap hari bisa mengunjungi bapak saya. Meminta maaf atas kesalahan-kesalahan saya, membalas jasanya, dan merawatnya," ujar Iptu Sugino.
Mendengar itu, Edo langsung luluh hatinya. Matanya yang semula kemerah-merahan menahan emosi menjadi berkaca-kaca. Sedetik kemudian, ia langsung meraih tangan Iptu Sugino sambil meminta maaf. Kakaknya ikut menangis.
Keduanya lalu berdiri bersamaan. Memohon agar segera dipertemukan lagi dengan kedua orangtua mereka.
Begitu melihat kedua orangtua mereka duduk bersebelahan di kursi panjang, di ruangan sebelah, Edo dan Edi langsung jatuh bersimpuh di hadapan mereka. Sayup terdengar ucapan permohonan maaf dari mulut Edo, diiringi isak tangis. Ia benar-benar sudah menyesal.
Di belakang mereka, Iptu Sugino merasakan dadanya seperti meluap. Ia ikut larut dalam suasana haru itu.
"Setelahnya saya merasa lega. Plong. Momen berharga seperti itu tidak bisa digantikan oleh apapun," ucap Iptu Sugino.
Di hari-hari berikutnya, setelah sore yang haru itu, Iptu Sugino beberapa kali masih mengunjungi rumah keluarga Edo. Ia ingin memastikan langsung, hubungan baik antar anak dan orangtua di keluarga ini terus terjaga.
Bersama Bhabinkamtibmas, Babinsa dan perangkat desa tempat tinggal Edo, Iptu Sugino juga terus melakukan pendampingan kepada remaja itu, agar tidak lagi mengulangi perbuatannya.
Kepada iNewsNganjuk.id, Senin (12/6/2023), Parmono, 50, seorang takmir masjid di desa setempat, menyebut mulai ada perubahan dari tabiat remaja tersebut. Parmono masih berhubungan kerabat dengan Edo dan rumah mereka berdekatan.
Setidaknya, kata Parmono, Edo sudah tidak lagi melawan atau melakukan tindakan yang melukai hati kedua orangtuanya.
"Alhamdulillah, terima kasih Bapak Polisi yang sudah mengetuk hati anak kami. Ini menjadi pelajaran berharga untuk kami semua di desa ini," ujar Parmono.
Editor : Agus suprianto
Artikel Terkait