JOMBANG, iNewsNganjuk.id, - Tidak banyak yang menyangka bahwa limbah tempurung kelapa, yang biasanya dianggap tidak berguna, dapat diubah menjadi bahan baku briket yang memiliki nilai ekonomi. Inilah yang berhasil dilakukan oleh Totok Wibowo (40), seorang warga Desa Carangrejo, Kecamatan Kesamben, dengan mengolah tempurung kelapa menjadi arang yang kemudian dijadikan bahan baku briket.
Ditemui ketika sedang dalam proses produksi arang dari tempurung kelapa, Totok Wibowo menjelaskan bahwa usaha ini telah ia tekuni selama satu tahun. Pasar utamanya adalah pabrik pembuatan briket di kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto.
"Produksi arang dari batok kelapa ini mampu menghasilkan 15 ton arang dari bahan baku tempurung kelapa yang masih basah. Setelah melalui proses, 5 ton di antaranya berubah menjadi arang," jelasnya kepada media pada Minggu (27/08/2023).
Totok menjelaskan tahapan dalam pembuatan arang dari tempurung kelapa. Tahap awal, sebanyak 3 kwintal bahan baku tempurung kelapa ditempatkan sebagai dasar dan diratakan setinggi 30 cm. Tempurung tersebut kemudian dibakar secara merata.
"Proses selanjutnya, setelah pembakaran merata, ditambahkan lagi 2 ton bahan baku ke dalam tandon yang sama. Proses pembakaran diulangi hingga terisi penuh dengan total 5 ton bahan baku," terangnya.
Totok menjelaskan bahwa setelah arang matang, arang tersebut dipadamkan dengan air, diperkirakan memerlukan 1 - 3 drum air, kemudian dilakukan penghampaan. Karung goni basah diletakkan di atasnya, disertai abu sisa hasil pembakaran sekitar 5 cm, dan dibiarkan selama 1 - 3 hari.
"Setelah itu, tempurung kelapa yang telah berubah menjadi arang diekstraksi, disaring, ditimbang, dan siap untuk dikirim ke pabrik," ungkapnya.
Totok mengungkapkan bahwa harga bahan baku tempurung kelapa yang masih basah sekitar Rp1.200, sementara harga arang setelah diolah menjadi briket berkisar antara Rp5.500 hingga Rp7.000 tergantung ukuran. Harga abu tempurung kelapa sekitar Rp600.
"Bahan baku tempurung kelapa diambil dari wilayah Jombang dan Mojokerto, dan jika stok lokal habis, kami mengimpor dari luar pulau, seperti Sulawesi. Namun, hujan menjadi kendala dalam proses produksi," pungkasnya.
Editor : Agus suprianto
Artikel Terkait