Jejak Pendharmaan dan Cerita Sastra Kuna di Relief Candi Surowono

Johnarief
Pegiat sejarah asal Nganjuk, Aris Trio Efendi saat berada di lokasi Candi Surowono. Foto : iNewsNganjuk.id/Johnarief.

Kediri.iNewsNganjuk.id - Di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, berdiri kokoh sisa-sisa masa lampau yang masih menyisakan aura kebesaran Majapahit, Candi Surowono. Candi yang dikenal juga dengan nama asli Wisnubhawana Pura ini dibangun sekitar tahun 1390 Masehi dan selesai satu dekade kemudian. Dia menjadi tempat pendharmaan bagi Wijayarajasa, penguasa Wengker sekaligus paman dan mertua dari Raja Majapahit ternama, Hayam Wuruk.

Dalam lawatannya yang tercatat dalam Kitab Negarakertagama, Hayam Wuruk dikisahkan sempat menginap di Śūrabhāwana, nama kuna dari Surowono, sebelum kembali ke ibu kota Majapahit di Trowulan setelah melakukan pemujaan kepada Baṭara Aśalapati di Balitar (sekarang Blitar).

Meski hanya bagian kaki candi yang masih dapat dinikmati hingga kini, Candi Surowono tetap memancarkan keindahan melalui relief-reliefnya yang mengisahkan cerita klasik sastra Hindu-Jawa. Pegiat sejarah asal Nganjuk, Aris Trio Effendi, yang turut mendampingi tim iNews Nganjuk dalam penelusuran ke lokasi menyebut bahwa candi ini bukan hanya penting dari sisi arsitektur, tetapi juga kaya akan nilai budaya dan spiritual.

“Relief di Candi Surowono adalah bentuk pendidikan visual masyarakat zaman Majapahit. Mereka menyampaikan nilai moral dan spiritual melalui kisah seperti Arjunawiwaha, Bubuksah-Gagangaking, hingga Sri Tanjung,” jelas Aris.

Relief Bubuksah – Gagangaking : Simbol Asketisme dan Pengorbanan.

Kisah ini menggambarkan dua kakak-beradik pertapa yang berbeda jalan laku namun tetap dalam tujuan suci. Bubuksah yang hidup dengan sederhana dan menerima semua jenis makanan, dan Gagangaking yang ketat berpuasa, keduanya diuji oleh dewa dalam rupa harimau putih. Bubuksah yang bersedia mengorbankan dirinya demi menyembuhkan sang harimau akhirnya diganjar ke surga bersama saudaranya, simbol bahwa pengorbanan dan niat tulus lebih utama daripada tampilan lahiriah.

Relief Sri Tanjung : Kesetiaan yang Teruji.

Relief ini mengangkat legenda Sri Tanjung, istri dari Raden Sidapaksa yang difitnah berselingkuh oleh Raja Sulakrama. Dia rela mati demi membuktikan kesuciannya. Dari luka tikaman sang suami, keluar air wangi, bukan darah, simbol bahwa kebenaran akan selalu menemukan jalannya. Sosok Sri Tanjung dalam relief digambarkan sedang menaiki ikan menuju alam baka.

Relief Arjunawiwaha : Ujian Spiritual Seorang Kesatria.

Cerita Arjuna yang diuji oleh para dewa digambarkan dengan penuh simbolisme. Arjuna tetap teguh bermeditasi meskipun digoda bidadari dan dihadang makhluk jahat yang menyaru. Dia bahkan bertarung dengan seorang pemburu yang ternyata adalah Dewa Syiwa. Setelah lulus ujian, Arjuna diberi senjata sakti dan diutus untuk mengalahkan raksasa jahat Niwatakawaca.

Menurut Aris, kisah-kisah dalam relief ini bukan sekadar legenda, tetapi sarat pesan filosofis yang masih relevan hingga kini.

“Setiap panel relief memiliki narasi moral yang dalam. Nilai pengorbanan, kesetiaan, dan keteguhan dalam kebenaran merupakan warisan yang patut direnungkan generasi sekarang,” tambahnya.

Kini, Candi Surowono tak hanya menjadi saksi sejarah Majapahit, tetapi juga panggung abadi bagi kisah-kisah luhur yang tertatah di batu andesit, menunggu untuk kembali dibaca dan dimaknai oleh siapa saja yang datang berkunjung.

Editor : Agus suprianto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network