Sejarah peringatan Maulid Nabi telah ada sejak tahun kedua Hijriah, seperti yang dicatat dalam buku 'Sejarah Maulid Nabi' oleh Ahmad Sauri, seperti yang dilaporkan oleh situs NU. Catatan tersebut mengacu pada Nuruddin Ali dalam kitabnya, "Wafa'ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa."
Dalam catatan tersebut juga disebutkan bahwa Khaizuran (170 H/786 M), ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid, datang ke Madinah dan memerintahkan penduduk untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi. Di Makkah, Khaizuran juga memberi perintah yang sama kepada penduduk untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW di rumah mereka.
Khaizuran memiliki pengaruh besar selama masa pemerintahan tiga khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas (suaminya), Khalifah al-Hadi, dan Khalifah al-Rasyid (putranya).
Pengaruh Khaizuran yang besar mampu menggerakkan masyarakat Muslim di Arab untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah agar teladan, ajaran, dan kepemimpinan mulia Nabi Muhammad SAW dapat terus menginspirasi warga Arab dan umat Islam secara keseluruhan.
Cara Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW
Maulid Nabi adalah perayaan yang memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awwal dalam kalender Hijriah. Umat Islam merayakan Maulid Nabi ini sebagai bentuk cinta dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah beberapa cara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW:
Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang berbeda-beda, seperti tradisi Sekaten di Yogyakarta, tradisi Panjang Jimat di Cirebon, atau tradisi Bunga Lado di Padang.
Umat Islam dapat meneladani empat sifat utama Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari, yaitu kejujuran, kepercayaan, penyebaran kebaikan, dan kebijaksanaan.
Salah satu cara lain untuk memperingati Maulid Nabi adalah dengan bersholawat, yaitu mengirimkan salam dan berkah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai ungkapan cinta dan penghormatan.
Editor : Meita Nila Sari