Menilik Sejarah Treteg Tosono Dibangun pada Zaman Belanda

Meita Nila Sari
Treteg Tosono yang dibangun pada zaman Belanda merupakan simbol dari perjuangan pahlawan tanah air. foto : iNewsNganjuk.id / Meita

NGANJUK, iNewsNganjuk.id - Kecamatan Kertosono terletak di bagian timur Kabupaten Nganjuk, berbatasan dengan wilayah Kabupaten Jombang dan Kabupaten Kediri. Kecamatan ini  merupakan persimpangan jalur utama Surabaya-Jogjakarta dan jalur menuju Kediri serta Tulungagung.

Menurut Pemerintah Kabupaten Nganjuk, nama Kertosono diambil dari seorang pahlawan bernama Mbah Kerto, yang berasal dari daerah Kuncen, Kecamatan Patianrowo. Kisahnya menceritakan bagaimana Mbah Kerto mempertahankan daerah ini dari penjajahan Belanda.

Walaupun tidak ada tempat atau desa bernama Kertosono di Kecamatan Kertosono, namun keberadaan seorang pahlawan bernama mbah Kerto masih dihormati dan diingat.

Jembatan Lama Kertosono, yang juga dikenal dengan nama Treteg Tosono, menjadi ikon di daerah ini. Menurut informasi dari website resmi Pemerintah Kabupaten Nganjuk, jembatan ini memiliki banyak nilai sejarah, mulai dari zaman penjajahan Belanda hingga peristiwa tragis G 30S PKI setelah kemerdekaan.

Peristiwa-peristiwa di masa penjajahan Belanda memiliki keterkaitan dengan Mbah Kerto. Jembatan ini menjadi saksi bisu perjuangan pahlawan untuk meraih kemerdekaan. Jembatan Lama Kertosono, sebagai simbol perjuangan pahlawan tanah air.

Pada awalnya, jembatan ini dibangun oleh tentara Belanda sebagai jalur penghubung untuk memasuki dan menjajah wilayah Nganjuk. Namun, setelah proklamasi kemerdekaan dan dimulainya Agresi Militer II, pejuang di kawasan ini di bawah komando Mbah Kerto berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dengan berusaha meledakkan jembatan. Tujuannya adalah untuk menghentikan pasukan Belanda yang berusaha kembali menjajah.

Namun upaya peledakan tersebut tidak berhasil meruntuhkan jembatan, meskipun hanya mengakibatkan kerusakan pada permukaan aspal. Pejuang tanah air  akhirnya menempatkan ranjau darat di sepanjang jalan antara Kertosono-Baron dan berhasil melumpuhkan kendaraan lapis baja milik Belanda.

Namun, pertempuran sengit terjadi di jembatan ini, bahkan dikatakan setara dengan pertempuran di Kota Surabaya. Berkat ketekunan Mbah Kerto dan pasukannya, wilayah Nganjuk dan sekitarnya berhasil dipertahankan, dan peristiwa ini dikenal dengan nama Perang Treteg Tosono. "Treteg" berasal dari bahasa Jawa yang artinya jembatan, sedangkan "Tosono" adalah kependekan dari Kertosono.

Setelah meninggal, Mbah Kerto dikebumikan di bawah Pohon Sono (Angsana/Sonokembang), dan dari situlah daerah ini dinamai Kertosono.

Sayangnya, Jembatan Lama Kertosono kini dalam kondisi yang memprihatinkan. Kondisinya sudah tua, besi berkarat dan keropos, terutama di bagian tengahnya. Fondasinya juga sudah miring akibat derasnya arus Sungai Brantas dan usia jembatan. Jembatan ini ditutup oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) V Surabaya sejak tahun 2018 karena risiko robohnya dan untuk mengalihkan lalu lintas ke jembatan baru Kertosono.

Editor : Meita Nila Sari

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network