10 Tradisi Unik di Indonesia, Keajaiban Kebudayaan yang Menakjubkan

Meita Nila Sari
Fahombe atau lompat batu Nias merupakan salah satu tradisi unik yang ada di Indonesia. Foto : iNewsNganjuk.id/ ilustrasi.

JAKARTAiNewsNganjuk.id - Sebagai sebuah negara yang terbentang di antara banyak kepulauan, Indonesia memperkaya diri dengan keberagaman tradisi dan budayanya. Setiap wilayah memiliki warisan tradisional yang menarik dan kaya akan kebudayaan. Walaupun zaman terus berkembang, nilai-nilai tradisional di setiap daerah tetap dijaga dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Beberapa wilayah juga mempertahankan tradisi-tradisi unik yang masih terus dilaksanakan hingga kini.

Berikut adalah beberapa tradisi unik di Indonesia yang patut untuk diketahui :

1. Tradisi Potong Jari, Papua 

Sebagai salah satu provinsi dengan beragam suku, diperkirakan Papua menampung 466 suku bangsa yang berbeda. Beberapa di antara suku-suku terkenal di Papua meliputi Suku Asmat, Suku Amungme, Suku Bauzi, dan Suku Dani.

Suku Dani tetap mempertahankan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Salah satu praktik unik yang menjadi bagian dari tradisi Suku Dani adalah tradisi potong jari.

Meskipun terkesan menakutkan, tradisi ini memiliki makna mendalam bagi Suku Dani. Bagi mereka, jari menjadi simbol harmoni, persatuan, dan kekuatan.

Pelaksanaan tradisi potong jari ini terkait dengan kematian anggota keluarga. Ketika suami, istri, ayah, ibu, anak, atau adik meninggal dunia, Suku Dani memilih untuk memotong salah satu jari mereka sebagai bentuk penghormatan.

Sebelum memulai pemotongan jari, mereka melilitkan benang pada jari dan membaca mantra. Kemudian, jari diikat dengan benang hingga terasa mati rasa. Proses pemotongan jari dapat dilakukan dengan dua cara setelah itu.

Cara pertama, mereka menggigit jari hingga putus atau menggunakan kapak atau pisau.

Setelah selesai, luka diikat dengan daun dan proses penyembuhan biasanya memakan waktu sekitar satu bulan. Jumlah jari yang dipotong bervariasi tergantung pada siapa yang meninggal.

Jika orang tua meninggal, dua ruas jari dipotong; sedangkan jika sanak saudara yang meninggal, hanya satu ruas jari yang akan dipotong.

2. Tradisi Kerik Gigi, Sumatra Barat 

Sebagai simbol peralihan ke usia dewasa, wanita di Pulau Siberiut, Sumatera Barat, menjalani tradisi kerik gigi atau meruncingkan gigi.

Tradisi ini diyakini dapat meningkatkan kecantikan dan pesona wanita. Mereka meruncingkan 23 gigi menggunakan alat terbuat dari besi atau kayu, tanpa menggunakan bius seperti yang biasa dilakukan di dokter gigi.

3. Tradisi Pemakaman Suku Minahasa, Sulawesi Utara 

Pemakaman Suku Minahasa di Sulawesi Utara memiliki ciri khas yang unik. Berbeda dengan kebanyakan, jenazah tidak dikebumikan dalam posisi tidur, melainkan dalam posisi mirip bayi dalam rahim.

Masyarakat Minahasa meyakini bahwa manusia memulai kehidupan dengan posisi tersebut dalam kandungan, dan oleh karena itu, seharusnya mengakhiri hidupnya dalam posisi yang sama.

Jenazah akan ditempatkan di dalam kotak batu berongga dan ditutup dengan batu berbentuk prisma segitiga. Wagura, makam yang dikenal dengan sebutan ini, awalnya memiliki fungsi sebagai tempat peristirahatan terakhir serta sebagai medium ritual dalam kepercayaan animisme atau dinamisme.

4. Ma'nene, Toraja Sulawesi Selatan 

Ritual Ma'nene adalah upacara tradisional yang diadakan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Dalam tradisi ini, jenazah leluhur keluarga Toraja akan menjalani proses pembersihan dan pergantian baju serta kainnya.

Ritual unik ini, yang diadakan setiap tiga tahun sekali, menjadi daya tarik populer di kalangan wisatawan. Dalam pelaksanaannya, jenazah diambil dari pemakaman, lalu dibersihkan dan diberikan pakaian baru.

Jenazah akan mengenakan pakaian formal, seperti jas untuk jenazah laki-laki dan gaun untuk jenazah wanita. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperingati betapa pentingnya berdoa bagi anggota keluarga yang telah meninggal.

5. Ritual Tiwah, Kalimantan Tengah

Ritual Tiwah dilaksanakan oleh suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Tradisi ini merupakan upacara kematian yang diadakan untuk individu yang telah meninggal dan ditempatkan dalam peti mati.

Ritual Tiwah bertujuan untuk meluruskan perjalanan salumpuk liau menuju lewu tatau, dalam konsep kematian suku Dayak Ngaju. Prosesi ini juga dimaksudkan untuk mengusir sial setelah keluarga meninggalkan yang telah meninggal dunia.

Masyarakat tersebut meyakini bahwa kematian membuka pintu menuju alam roh, dan manusia akan menjadi arwah atau liaw setelah meninggal.

Ketika seseorang berpulang, mereka bertugas mengantarkan liaw agar dapat memasuki surga. Upacara Tiwah diterapkan untuk individu atau anggota keluarga yang telah meninggal lama dan telah dimakamkan selama tujuh hingga 10 tahun.

Ritual ini melibatkan pemisahan tulang belulang dari daging jenazah, yang selanjutnya ditempatkan di dalam Sandung atau Pambak (tempat penyimpanan tulang manusia). Prosesi ini, meski memakan waktu tiga hari, dianggap sebagai suatu bentuk penghormatan yang berbiaya cukup tinggi.

6. Fahombo, Pulau Nias

Masyarakat di Pulau Nias Selatan mempraktikkan tradisi unik yang dikenal sebagai Fahombo atau lebih dikenal dengan istilah lompat batu. Ritual ini khusus dilakukan oleh para laki-laki, terutama yang berasal dari Teluk Dalam, dengan melompati batu setinggi sekitar dua meter dan tebal 40 cm.

Tradisi ini berakar sejak zaman dahulu karena keahlian melompati batu dianggap penting. Pada masa lalu, pemukiman warga dikelilingi oleh batu sebagai bentuk pertahanan, sehingga keterampilan melompat batu menjadi suatu keharusan.

Tidak semua laki-laki mampu melompati batu tersebut. Mereka yang berhasil dianggap telah dewasa dan dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Terkadang, tradisi ini juga digunakan untuk menilai kematangan seseorang dalam konteks pernikahan.

7. Tradisi Adu Betis, Sulawesi Selatan 

Untuk menyimpulkan masa panen, masyarakat Sulawesi Selatan menggelar tradisi adu betis atau mallanca.

Tradisi ini, yang juga merupakan ungkapan rasa syukur, umumnya dilaksanakan oleh masyarakat Bugis, Makassar, dan Toraja. Sebelum dimulainya tradisi, dilangsungkan acara makan besar.

Setelahnya, peserta dibagi menjadi dua tim, masing-masing terdiri dari dua anggota. Prosesnya melibatkan upaya dari setiap tim untuk menjaga agar tidak terjatuh ketika betis mereka dihantam oleh tim lawan. Permainan menarik ini berlangsung dalam lingkaran besar dan memakan waktu yang cukup lama, yakni selama empat jam.

8. Tradisi Kebo-keboan, Banyuwangi 

Kebo-keboan, sebuah tradisi yang sudah berlangsung selama 300 tahun atau sejak abad ke-18. Meskipun disebut kebo-keboan, namun tradisi ini tidak melibatkan hewan kerbau, melainkan melibatkan manusia yang berdandan menyerupai kerbau.

Ritual ini dilakukan setiap awal bulan Suro sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang melimpah, serta sebagai doa untuk mendapatkan kelimpahan panen pada tahun mendatang. Awal tradisi ditandai dengan bersantap makanan di sepanjang jalanan desa.

Selanjutnya, prosesi diarahkan oleh tiga puluh orang yang berpakaian seperti kerbau, mengelilingi empat penjuru desa di bawah bimbingan tokoh adat. Sebagai upaya menolak bala, sesaji disiapkan di setiap penjuru desa.

9. Tradisi Batombe, Minangkabau 

Batombe adalah bentuk seni tradisional yang melibatkan balasan pantun yang diiringi alat musik rabab, menambahkan keunikan pada tradisi Indonesia. Umumnya, Batombe dipraktikkan ketika ada perhelatan pernikahan di suatu suku. Yang menarik, tradisi ini berlangsung selama tujuh hari.

Pantun dalam Batombe mencakup beragam ekspresi perasaan, termasuk cinta, kesedihan, dan kata-kata kiasan lainnya. Menurut cerita, tradisi ini berakar saat para pria sedang membangun rumah gadang atau masjid.

Dalam proses pembangunan, mereka menghadapi kesulitan mengangkat kayu yang sudah ditebang. Wanita-wanita di sekitarnya membawa makanan dan mulai berpantun, yang ternyata berhasil menggeser kayu tersebut. Dari situ, tradisi Batombe dimulai dan terus dilaksanakan hingga kini.

10. Seba, Banten 

Terkenal sebagai suku yang menjaga ketertutupannya, ribuan anggota Suku Baduy mengambil langkah keluar dari wilayah mereka.

Tradisi ini melibatkan serangkaian pertemuan antara Suku Baduy dan pemerintah setempat, yang diisi dengan prosesi silaturahmi. Selama acara tersebut, Suku Baduy menyampaikan hasil bumi mereka kepada Wakil Pemerintah dan melakukan kunjungan kepada pemimpin lokal untuk menyampaikan amanat serta hasil panen dari satu tahun.

Namun, tidak semua anggota Suku Baduy dapat mengikuti prosesi ini, karena hanya dipilih mereka yang memiliki fisik kuat dan mampu berjalan berkilo-kilo meter.

Tradisi Seba ini dijalankan dengan tujuan untuk mengungkapkan harapan keselamatan dan rasa syukur.

Dengan kekayaan tradisi dan kebudayaan yang luar biasa, Indonesia menjadi tempat yang menakjubkan dengan warisan unik dari setiap wilayahnya. Tradisi-tradisi ini, meskipun terkadang terasa aneh bagi beberapa orang, memiliki nilai mendalam dan keindahan tersendiri. 

 

 

 

 

 

Editor : Meita Nila Sari

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network