Nganjuk, iNewsNganjuk.id- Tradisi Tedak Sinten merupakan salah satu tradisi Jawa bagi balita yang telah memasuki usia tujuh bulan lebih. Istilah Jawanya Pitung lapan.
Warga di Kabupaten Nganjuk masih melestarikan Budaya Jawa Tedak Sinten. Budaya Warisan leluhur ini dilakukan sebagai awal anak mulai merangkak atau turun ke tanah.
Salah satunya seperti yang dilakukan oleh pasangan Eko Sudarsono dan Yuliani Susanti warga Dusun Sembung Desa Blitaran Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.
Putrinya bernama Meifaza Fazila Fatharani yang berisia 7 bulan dan sudah mulai merangkak. Untuk menandai itu dia menggelar acara Tedak Sinten pada hari Sabtu (14/01/2023).
Acara diawali memandikan anak agar terlihat bersih dan segar. Setelah itu anak diberi pakaian adat Jawa yang menandakan anak tersebut keturunan Jawa.
Selanjutnya anak dipandu untuk berjalan diatas 7 jenang yang berwarna (merah, putih, jingga, kuning, hijau, biru,dan Ungu) yang terbuat dari beras ketan.
Tradisi lainnya anak dipandu menginjak tangga yang terbuat dari tebu kemudian menuruni tangga tersebut.
Dalam setiap tingkatannya, tertulis jenjang pendidikan yang nantinya akan dijalani anak tersebut. Mulai dari Paud, TK, SD, SMP, SMA, Kuliah, Kerja sampai menuju kesuksesan.
Selanjutnya anak dipandu lagi untuk memasuki kandang ayam yang sudah dihias. Didalam kandang ayam sudah disediakan beberapa barang antara lain alat tulis, mainan dokter - dokteran, uang, dan barang bermanfaat lainnya.
Di tahap ini anak akan memilih barang yang disediakan di kandang ayam tersebut.
Eko Sudarsono mengatakan prosesi tedak sinten adalah budaya Jawa. Yang hingga saat ini masih dia lakukan.
"Dari berbagai prosesi acara yang paling ditunggu adalah berebut uang receh yang disebar kedua orang tua anak. Keseruan dalam berebut uang receh menjadi kebahagiaan tersendiri bagi orang tua dan masyarakat sekitar".ungkap Eko Sudarsono ke tim iNewsNganjuk.id.
Salah seorang warga bernama Sumiati yang ikut berebut uang receh mengatakan meski hanya mendapatkan uang receh Rp20.000 tetapi dia mengaku bahagia.
Tradisi Jawa yang hampir ditinggalkan ini semoga dapat kembali dibangkitkan sebagai budaya Jawa yang adiluhung.(iNewsNganjuk.id/Meita)
Editor : Meita Nila Sari